Posts

.

.

Cerpen (destiny and the meaning of life)

By : Megumi Aishikawa
Destiny and The Meaning of Life

Apa kamu percaya bahwa Tuhan itu ada? Apa kamu percaya pada sebuah keajaiban dan takdir? aku percaya akan semua hal itu. Mungkin kita tak bisa mengubah jalan hidup kita. Mungkin kita ga bisa balik ke masa lalu untuk memperbaikinya, tapi aku percaya bahwa Tuhan ada dan telah membuat hidup kita indah dan menjadi berarti.

            Aku hanya dapat melihat dengan diam apa yang sedang terjadi di sekitar sini. Orang-orang sibuk berjalan kesana-sini. Aku tidak mengerti apa yang akan mereka lakukan. Aku tidak tahu dengan apa yang terjadi. Bahkan aku merasa susah untuk mengetahui siapa diriku. Aku menjambak rambutku dengan frustasi. Aku hanya dapat menangis meluapkan semua kekesalan dan emosi ini.
21 Januari 2014
Namaku adalah Olivia semua orang memanggilku via. Aku duduk di kelas XI IPA 2. Aku hanyalah gadis biasa yang sederhana. Emm, aku mempunyai dua orang sahabat yang begitu dekat dari aku duduk di kelas sepuluh bahkan kami mambuat nama JOB. Jessica, Olivia dan Bonifasia. Kami saling melengkapi satu sama lain. Dan beberapa sahabat yang sekarang dekat denganku Erika, dena, rika.
            Entah mengapa belakangan hari ini aku merasa ada yang aneh dalam diriku. Hari ini tepat dua minggu aku merasa pusing yang berlebih dalam diriku. Aku jadi mudah melupakan sesuatu. Aku tidak berani untuk memberi tahu kedua orang tuaku. Pasti mereka akan sangat khawatir.
“viaaa!!” aku menoleh kearah suara itu dan memaksakan diriku untuk tersenyum
“kamu yakin gapapa? Muka kamu pucet banget” ujar Erika
“aku gapapa kok. Cuman lari aja lagian. Aku duluan ya.” Ucapku sambil tersenyum. Aku tahu aku bukannya gapapa, aku hanya memaksakan agar semuanya baik-baik aja. Aku sadar bahwa diri aku ga kuat lagi. Tapi aku gamau mereka khawatir. Aku berlari dengan sisa-sisa kekuatanku. Ya, hanya tinggal aku yang berlari di lapangan ini. Aku dapat melihat samar-samar semua orang menatapku khawatir termasuk guru olahraga ku.
“ayoo via semangat!!”
“ayo viaa . satu puteran lagii!!”
Aku dapat mendengar mereka menyemangatiku. Diputeran yang ke 10 entah mengapa aku seperti mendapat sebuah tenaga ekstra. Aku merasa tubuh ku ringan. Saat aku mencapai garis finish aku mendengar mereka berteriak. Tapi setelah itu aku merasa semuanya gelap.
22 Januari 2014
Aku memutuskan untuk pergi ke rumah sakit untuk manjalani pemeriksaan.
“apa kamu Olivia? Hasil CT scan kamu sudah keluar.” Tanya dr. alex sambil melihat kea rah monitor.
“iya .bagaimana hasilnya dok?” Dokter menatapku sekilas
“Boles saya bertanya kepadamu Oliv?” aku bingung. Aku hanya dapat menganggukan kepalaku.
“apakah kamu merasakan pusing?” aku mengangguk
“apa kamu mudah melupakan sesuatu hal? Emm, misalnya apa yang ingin kamu ucapkan atau hal-hal lain yang bersifat sederhana?” aku menganggukan kepalaku lagi. Tapi aku dapat melihat raut wajah dokter yang berubah
“kamu dimana walimu? Aku harus berbicara kepada mereka.”
“aku datang sendiri. Mereka sibuk dengan pekerjaan mereka dok. Apakah anda tidak dapat mengatakan langsung kepada saya?” dokter menghela nafasnya dan membalik monitornya kepadaku.
“kamu dapat melihat bagian ini?” dokter menunjuk sesuatu dari hasil ct scan ku
saraf otak kamu bukan saja mengerut, tapi juga dipenuhi dengan sedimen protein yang disebut plak amiloid dan serat yang berbelit-belit neuro fibrillary. Dengan kata lain kamu mengidap Alzheimer.”aku  merasa sebutir bening dari mata kamu jatuh perlahan disusul dengan yang lainnya. Dadamu sesak. Sakit sekali.
“aku akan memberikan kamu resep obat yang akan memperlambat penyebaran penyakit ini.”
            aku masuk ke dalam rumah. Sepi seperti biasa. Orang tuaku hanya mementingkan bagaiman mencari uang. Bukan anaknya. aku menghela nafas dan masuk ke dalam kamar. aku termenung di sudut kamar, dan aku mulai menangis sejadi-jadinya.
22 febuari 2014
            Sudah satu bulan semenjak aku pergi ke dokter, aku merasa tubuhku makin aneh. Obat yang aku dapatkan dari dokter hanya aku taruh di dalam laci meja belajarku. Aku masih tidak percaya bahwa aku mengidap penyakit itu.
            Aku melangkahkan kaki dengan gontai masuk ke dalam rumah. aku melihat kedua orang tua sedang duduk bersama. Aneh? Ya.
“via, bisa kita berbicara sebentar?” Tanya mama
“ada apa ma?” aku menatap mama dan papa bergantian. Mama mengeluarkan sebungkus plastik. Aku kenal itu. Obat yang kusembunyikan.
“vii, bisa kamu jelasin ke mama sama papa? Jangan ada yang disembunyikan.” Kata papa sambil menatapku. Aku mulai menangis. Aku ga kuat nyimpen semuanya sendirian. Mama sama papa memelukku. Aku dapat mendengar isakan mama.
“vii, maafin mama sama papa ga bisa merhatiin kamu. Maafin mama vii.” Mama memelukku kuat. Aku hanya mengangguk.
            Setelah itu kami pergi ke rumah sakit. Aku kembali menjalani CT scan. Aku menunggu di luar. Sedangkan papa menemani mama di dalam.
“apakah kalian wali dari Oliv?”
“Saya sudah pernah mengatakan kepada Oliv, bahwa iya menderita Alzheimer. Alzheimer merupakan dimana kondisi di mana sel-sel saraf yang ada di otak mati, sehingga sinyal-sinyal otak sulit ditransmisikan dengan baik. Gejala penyakit Alzheimer sulit dikenali sejak dini. Kalian harus siap dengan apa yang akan terjadi untuk kedepannya. Saat di mana ia susah untuk berbicara, mengingat, melupakan hal-hal dasar. Bahkan melupakan keluarga atau orang yang dicintainya. Yang lebih parah dia tidak mengingat siapa dirinya.”
            Aku melihat mama keluar. Aku melihat matanya yang sembab, aku menyadari bahwa mama menangis di dalam. Aku hanya tersenyum. Mama memelukku. Meminta maaf untuk semuanya.
            Hari-hari terus berlalu. Kondisi ku masih tetap sama. Bahkan makin parah. Aku sudah mulai melantur.aku sudah mulai kesusahan berbicara. Tapi setidaknya mama dan papa tetap berada di sampingku. Selama sisa waktuku aku membuat begitu banyak kenangan bersama kedua orang tuaku dan teman-temanku. Jessica , boni , Erika, rika dena dan yang lainnya.aku ga tau kapan ingatan ku akan memudar. Aku mulai mengumpulkan fotokami dan menyimpannya saat ingatanku hilang aku tak ingin menghilangkan mereka dari otakku. Mereka bagian puzzle dari kehidupannku. Tanpa mereka aku bukan siapa-siapa. Aku tidak akan berarti.
“PRANGG!!”
“Via apa yang kamu lakukan?” Tanya mama panic padaku yang melihat aku membuang piring. Mama mendekatiku. Aku mengambil serpihan piring itu.
“jangan mendekat!! Siapa kamu? Aku tidak kenal!!” teriak ku histeris
“Via ini mama. Ini mama via.” Mama menangis dan tetap maju ke araku
“aku tidak punya mama! Aku bukan via!!” mama memelukku. Aku menangis. Aku menyadari pelukan ini tidak asing bagiku hangat.
“mama , maafin via maa. Maafin” mama menghapus air mataku. Dan memelukku kembali
1 april 2014
Hari ini aku masuk rumah sakit. Kondisi ku makin buruk. Aku sudah mulai tidak dapat mengingat orang. Aku melihat ke luar jendela. Orang-orang yang menikmati kehidupan. Aku merasa Tuhan itu tidak adil. Tuhan memberikanku cobaan yang sangat besar dalam kehidupan ku. Aku menyadari dengan sekali jentikan jari aku dapat kehilangan semuanya. Aku sudah tidak ingin bertemu temanku. Bukan tidak ingin tapi, aku takut hal buruk terjadi. Aku takut tidak dapt mengenal mereka lagi.
“vii, kamu udah bisa bangun. Merekaudah pergi.” Kata mama membelai rambutku
“mama tahu kamu gamau ketemu mereka. Tapi mereka meindukanmu via.” Kata mama tersenyum. Aku dapat melihat penampilan mama yang berantakan. “tadi temen-temen kamu dateng bawain itu semua.”
Aku melihat mama keluar. Aku membuka gulungan karton semua adalah kengan aku bersama mereka. Aku kangen waktu jalan bersama Jessica sama noni. kangen ngegosip bareng Erika. Kangen main sama deas arga. Aku merindukan semua itu. Aku mengambil pemutar music yang mereka berikan . aku mendengarkannya.
“haloo , viaa . cepet sembuh yaa. Kita kangen ngumpul sama-sama”
“viaa !! jangan nyerahh yaa!! Kita tahu ada keajaiban yang besar buat kamu.”
“we love you viaaa!!”
Kembali butiran bening itu menetes dari pipiku. Aku ga boleh nyerah. Aku salah udah nyalahin Tuhan akan semuanya. Aku tahu ini cobaan yang besar ini sebuah tantangan yang Tuhan berikan buat aku. Aku percaya Tuhan punya rencana dan aku peracaya akan sebuah keajaiban.
“ma, mama ga pulang?” Tanyaku cemas. Mama menggeleng pelan. “mama ga boleh cuman nguatirin aku aja maa. Kalo mama sakit nanti papa kuatir juga.” Mama mengelus rambutku pelan “iya sayang. Sekarang kamu tidur ya” mama mengecup keningku pelan. Entah mengapa aku mempunyai firasat buruk kalau aku menutup mataku malam ini.
            Sudah hampir seminggu Olivia berada dalam masa koma. Kondisinya memburuk dari hari ke hari. Ke dua orang tuanya , keluarganya dan teman-temannya. Bersatu dalam Tuhan. Mereka percaya mujizat pasti ada.
“Olivia. Olivia. Bangunlah anakku.” Aku mendengar suara itu. Aku membuka kedua mataku
“Bapa? Apakah aku sudah meninggal?” Seseorang yang dipanggil Bapa oleh Oliv tersenyum dan menggeleng.
“Tidak. Aku ingin menunjukan sesuatu padamu anakku.” Aku dibawa ke suatu tempat. Dari tempat itu aku dapat melihat semuanya. Papa memeluk mama dengan erat. Mama yang menangis seperti akan kehilangan diriku. Aku melihat raut wajah kelelahan dari mereka semuanya. Aku melihat teman-temanku mengelilingi tubuhku. Mereka juga menangis. Aku tak kuasa melihat semuanya.
“Bapa, aku ingin kembali ke sana.”
            Aku menggerakan jariku pelan. Dan membuka kedua mataku.
“jeping?” kataku serak. Aku memanggil Jessica. Dia menatapku. Dan memanggil kedua orang tuaku dan dokter alex. Semua baik-baik saja.
“ma.. ma” kataku susah payah. “kenapa via?” “ma, boleh aku pergi bersama temanku hanya satu jam?”kataku menggunakan bahasa isyarat. Aku melihat raut wajah mama berubah cemas. Mama menatap papa . aku memohon. Mereka akhirnya mengijinkan.
            Aku menatap diriku di cermin. Aku tampak sangat kurus dari biasanya. Pucat . seperti mayat. Satu jam yang dilalui bersama teman-teman ingin aku jadikan sebuah kenangan. Aku tak tahu masih dapat bersama menghabiskan waktu bersama mereka atau tidak. Tapi aku percaya bahwa aku menyayangi mereka dan mereka pun sama. Setelah aku pergi bersama mereka. Aku pergi untuk berdoa.
“Ya Bapa, bila waktu ku sudah sebentar lagi. Bila tugas ku sudah selesai di dunia ini, aku rela Engkau mengambil diriku sekarang Tuhan. Aku tahu bahwa Engkau memberikanku sebuah tantangan yang luar biasa, aku berterima kasih karna Engkau memberiku sebuah penyakit ini. Aku jadi mengetahui seberapa besar mama dan papa menyayangi aku. Terima kasih untuk semuanya Bapa. Amin” aku menghapus air mataku aku melihat kedua orangtuaku di kamar. Aku memeluk papa membisikan sesuatu dan menciumnya. Aku memeluk mama membisikan sesuatu dan menciumnya juga. ‘aku bersyukur memiliki mama dan papa seperti kalian’ aku berjalan kearah tempat tidur. Aku merasakan sakit yang amat sangat di kepalaku. Dan aku terjatuh.aku masih dapat mendengar mama dan papa berteriak dan menangis.aku dapat merasakan basah yang membasahi pipiku. Tapi semua itu menjadi gelap untuk selamaya.

~THE END~

“hidup adalah sebuah tantangan. Hidup adalah sesuatu yang perlu diperjuangkan semua orang. Janganlahkamu menyia-nyiakan hidupmu. Asal kalian tahu banyak orang-orang di ICU yang mempertahankan hidupnya. Hidup hanyalah sekali dan buatlah itu menjadi indah dan berwarna. Jangan menyerah pada apapun juga sebelum kamu mencoba apa yang bisa kalian bisa. You will never understand until it happens to you. “- Olivia


By: Octavia Caludia Kristiani Luchsinger 

Spiritual

By : Megumi Aishikawa
Kehidupan


      "Live as if you were die tomorrow, learn as if you were to live forever" -Mahatma Gandhi- Dari kutipan di atas saya akan membuat artikel dengan bagaimana kita bersikap dalam kehidupan. Dewasa ini banyak orang yang salah dalam bersikap dalam hidup mereka, seperti bunuh diri karena masalah kecil yang sebenarnya dapat di selesaikan, mengkonsumsi obat-obatan terlarang; minum-minuman keras; merokok tanpa berfikir apa dampak kedepannya bagi tubuhnya sendiri, bahkan ada orang yang kejam membunuh sahabatnya; orang yang mereka sayang; keluarga hanya karena dendam dan iri hati. Kita itu seharusnya bersikap seolah-olah kita akan meninggal esok, dan kita belajar seolah-olah kita akan hidup selamanya. Jika seluruh orang berfikiran seperti itu maka tidak akan ada yg namanya iri hati, dendam dan dengki, dan tidak akan ada yang namanya menyia-nyiakan hidupnya demi kesenangan sesaat. Semua orang seharusnya lebih selektif dan bijak dalam menyikapi suatu kehidupan. Hidup hanya terjadi satu kali, dan itu selalu berjalan gunakan hidup yang anda miliki saat ini dengan sebaik mungkin, sehingga apa yang anda kerjakan akan meyakinkan diri anda jika anda tidak akan menyesal dalam suatu pilihan. Dan apapun masalah yang anda hadapi jangan jadikan itu sebagai beban dalam hidup anda jadikanlah sebagai suatu pelajaran berharga yang akan berguna di kemudian harinya. Masalah dan kegagalan dalam kehidupan adalah hal yang lumrah. Masalah bukan berarti tidak dapat di selesaikan, dan kegagalan bukan berarti akhir dari segalanya.



----------------------------------------------------------------------------------

Cara Menghormati Orang Tua


Menghormati ayah dan ibu adalah menunjukkan penghormatan dalam kata-kata dan perbuatan dan di dalam hati bersikap menghargai posisi mereka. Kata bahasa Yunani untuk menghormati berarti “memuja, menjunjung dan menghargai." Menghormati adalah menunjukkan respek dan menaati perintah-perintahnya .Selain itu juga kita harus membantu orang tua contohnya dengan membantu ibu membersihkan rumah dan sebagainya.
Allah menasihati kita untuk menghormati ayah dan ibu. Dia begitu menghargai penghormatan kepada orangtua sampai mencantumkannya dalam Sepuluh Hukum “Hormatilah ayah dan ibumu supaya lanjut usiamu ditanah yang diberikan Tuhan, Allahmu kepadamu” (Keluaran 20:12) dan juga di dalam Perjanjian Baru: “Hai anak-anak, taatilah orang tuamu di dalam Tuhan, karena haruslah demikian. Hormatilah ayahmu dan ibumu—ini adalah suatu perintah yang penting, seperti yang nyata dari janji ini: supaya kamu berbahagia dan panjang umurmu di bumi” (Ef 6:1-3). Menghormati orangtua adalah satu-satunya perintah di dalam Alkitab yang menjanjikan umur panjang sebagai hadiah. Mereka yang menghormati orangtuanya akan diberkati (Yeremiah 35:18-19). Sebaliknya mereka yang “pikirannya terkutuk” dan mereka yang tidak beribadah pada akhir zaman akan diwarnai dengan ketidaktaatan kepada orangtua (Roma 1:30, 2 Timotius 3:2).


Apakah tradisi menghormati orang tua semakin memudar di indonesia ini? Bisa jadi. Semakin banyak anak yang melawan dan membantah perintah orang tua. Banyak juga anak yang tidak memiliki sopan santun kepada orang tua dan tidak sedikit juga anak yang suka melukai hati orang tua.
Menurut Confusius, sosok yang membidani Etika Konfusianisme, mengatakan bahwa keadilan dan kemakmuran bertitik tolak dari penghormatan kepada orang tua. Anda dan saya harus memutar otak mencari relasi antara penghormatan kepada orang tua dengan keadilan dan kemakmuran. .

Confusius mendapatkan inspirasi dari Shun tentang pentingnya menghormati ayah dan ibu.
Dalam buku Da Xue (Jalan Tengah), Confusius berkata, "Betapa berbaktinya Shun kepada orang tuanya! Kebajikannya seperti orang suci. Martabatnya seperti raja. Ia memiliki semua kekayaan yang ada di dalam empat lautan. Persembahan di kuil dikirim untuknya dan kisahnya selalu dikenang keturunannya."
Manfaat menghormati perintah Tuhan :
- menaati perintah Tuhan dan secara otomatis menyenangkan hati Tuhan karena kita menuruti perintah-Nya
- Hormatilah orang tua kita karena mereka layak mendapatkannya.karena merekalah yang mendidik dan mengurus kita dari kecil hingga saat ini dia mengurus kita dengan sepenuh hati tanpa pamrih
- Hormatilah orang tua kita karena dapat mendatangkan berkat. Menhormati orang tua berarti kita telah menaati perintah Tuhan dan kita mendapatkan berkat yaitu panjang umur kita didunia dan diberkati di dunia.

Apakah penghormatan kepada orang tua semakin menipis? Atau kita masih memperhatikan orang tua, tapi tidak menghormatinya?  Mulai sekarang belajarlah menghormati dan menghargai orang tua kita karena mereka telah mengurus , mendidik kita, menyekolahkan bahkan memberi kasih sayang dengan sepenuh hati tanpa pamrih.

Berikut contoh menghormati orang tua :



http://www.putra-putri-indonesia.com/menghormati-orang-tua.html

By : Sylvia Chandra & Lisa Mariana 

Fotografi

By : Megumi Aishikawa


Beberapa Jenis Teknik Fotografi

1. Panning
Panning adalah teknik kreatif pemotretan untuk mendapatkan efek gerak pada obyek yang bergerak (balap motor, orang berlari, dll). Hasil dari teknik panning adalah adanya efek gerak pada latar belakang.

2. Splash
Splash adalah teknik fotografi yang digunakan agar mendapatkan efek cipratan air.

3. Makro
Makro adalah teknik untuk mendapat gambar obyek yang sangat dekat sekali. Foto makro juga digunakan untuk mendapatkan detail dan tekstur pada obyek yang kita potret. Jika menginginkan hasil yang maksimal biasanya dalam pemotretan objek makro digunakan lensa makro.

4. Siluet
Siluet adalah teknik pemotretan untuk menampilkan gambar obyek dalam keadaan gelap. Teknik ini memanfaatkan arah sumber cahaya yang berasal dari balik obyek yang akan kita potret (back light).


5. Zooming
Zooming adalah teknik foto yang menggunakan pengaturan speed dan penggunaan zoom yang tepat. Dengan teknik zooming ini akan memberikan efek motion (gerak) pada hasil foto.


By : Charina Y.F.T & Monica Anindya

Budaya

By : Megumi Aishikawa

Kebudayaan Batak

Batak merupakan salah satu suku bangsa di Indonesia. Nama ini merupakan sebuah tema kolektif untuk mengidentifikasikan beberapa suku bangsa yang bermukim dan berasal dari Tapanuli dan Sumatera Timur, di Sumatera Utara. Suku bangsa yang dikategorikan sebagai Batak adalah: Batak Toba, Batak Karo, Batak Pakpak, Batak Simalungun, Batak Angkola, dan Batak Mandailing.
Saat ini pada umumnya orang Batak menganut agama Kristen Protestan, Kristen Katolik, dan Islam Sunni. Tetapi ada pula yang menganut kepercayaan tadisional yakni: tradisi Malim dan juga menganut kepercayaan animisme (disebut Sipelebegu atau Parbegu), walaupun kini jumlah penganut kedua ajaran ini sudah semakin berkurang.

Sejarah
Orang Batak adalah penutur bahasa Austronesia namun tidak diketahui kapan nenek moyang orang Batak pertama kali bermukim di Tapanuli dan Sumatera Timur. Bahasa dan bukti-bukti arkeologi menunjukkan bahwa orang yang berbahasa Austronesia dari Taiwan telah berpindah ke wilayah Filipina dan Indonesia sekitar 2.500 tahun lalu, yaitu di zaman batu muda (Neolitikum). [2]Karena hingga sekarang belum ada artefak Neolitikum(Zaman Batu Muda) yang ditemukan di wilayah Batak maka dapat diduga bahwa nenek moyang Batak baru bermigrasi ke Sumatera Utara di zaman logam. Pada abad ke-6, pedagang-pedagang Tamil asal Indiamendirikan kota dagang Barus, di pesisir barat Sumatera Utara. Mereka berdagang kapur Barus yang diusahakan oleh petani-petani di pedalaman. Kapur Barus dari tanah Batak bermutu tinggi sehingga menjadi salah satu komoditas ekspor di samping kemenyan. Pada abad ke-10, Barus diserang oleh Sriwijaya. Hal ini menyebabkan terusirnya pedagang-pedagang Tamil dari pesisir Sumatera[3]. Pada masa-masa berikutnya, perdagangan kapur Barus mulai banyak dikuasai oleh pedagang Minangkabau yang mendirikan koloni di pesisir barat dan timur Sumatera Utara. Koloni-koloni mereka terbentang dari Barus, Sorkam, hingga Natal[4]. Batak merupakan salah satu suku bangsa di Indonesia. Nama ini merupakan sebuah tema kolektif untuk mengidentifikasikan beberapa suku bangsa yang bermukim dan berasal dari Tapanuli dan Sumatera Timur, di Sumatera Utara. Suku bangsa yang dikategorikan sebagai Batak adalah: Batak Toba, Batak Karo, Batak Pakpak, Batak Simalungun, Batak Angkola, dan Batak Mandailing.
Mayoritas orang Batak menganut agama Kristen dan sisanya beragama Islam. Tetapi ada pula yang menganut agama Malim dan juga menganut kepercayaan animisme (disebut Sipelebegu atau Parbegu), walaupun kini jumlah penganut kedua ajaran ini sudah semakin berkurang.
Identitas Batak
R.W Liddle mengatakan, bahwa sebelum abad ke-20 di Sumatra bagian utara tidak terdapat kelompok etnis sebagai satuan sosial yang koheren. Menurutnya sampai abad ke-19, interaksi sosial di daerah itu hanya terbatas pada hubungan antar individu, antar kelompok kekerabatan, atau antar kampung. Dan hampir tidak ada kesadaran untuk menjadi bagian dari satuan-satuan sosial dan politik yang lebih besar.[5] Pendapat lain mengemukakan, bahwa munculnya kesadaran mengenai sebuah keluarga besar Batak baru terjadi pada zaman kolonial.[6] Dalam disertasinya J. Pardede mengemukakan bahwa istilah "Tanah Batak" dan "rakyat Batak" diciptakan oleh pihak asing. Sebaliknya, Siti Omas Manurung, seorang istri dari putra pendeta Batak Toba menyatakan, bahwa sebelum kedatangan Belanda, semua orang baik Karo maupun Simalungun mengakui dirinya sebagai Batak, dan Belandalah yang telah membuat terpisahnya kelompok-kelompok tersebut. Sebuah mitos yang memiliki berbagai macam versi menyatakan, bahwa Pusuk Buhit, salah satu puncak di barat Danau Toba, adalah tempat "kelahiran" bangsa Batak. Selain itu mitos-mitos tersebut juga menyatakan bahwa nenek moyang orang Batak berasal dari Samosir.
Terbentuknya masyarakat Batak yang tersusun dari berbagai macam marga, sebagian disebabkan karena adanya migrasi keluarga-keluarga dari wilayah lain di Sumatra. Penelitian penting tentang tradisi Karo dilakukan oleh J.H Neumann, berdasarkan sastra lisan dan transkripsi dua naskah setempat, yaitu Pustaka Kembaren dan Pustaka Ginting. Menurut Pustaka Kembaren, daerah asal marga Kembaren dari Pagaruyung di Minangkabau. Orang Tamil diperkirakan juga menjadi unsur pembentuk masyarakat Karo. Hal ini terlihat dari banyaknya nama marga Karo yang diturunkan dari Bahasa Tamil. Orang-orang Tamil yang menjadi pedagang di pantai barat, lari ke pedalaman Sumatera akibat serangan pasukan Minangkabau yang datang pada abad ke-14 untuk menguasai Barus.[7]
Penyebaran agama
Kabupaten-kabupaten di Sumatera Utara yang diwarnai, memiliki mayoritas penduduk Batak.

Masuknya Islam
Dalam kunjungannya pada tahun 1292, Marco Polo melaporkan bahwa masyarakat Batak sebagai orang-orang "liar" dan tidak pernah terpengaruh oleh agama-agama dari luar. Meskipun Ibn Battuta, mengunjungi Sumatera Utara pada tahun 1345 dan mengislamkan Sultan Al-Malik Al-Dhahir, masyarakat Batak tidak pernah mengenal Islam sebelum disebarkan oleh pedagang Minangkabau. Bersamaan dengan usaha dagangnya, banyak pedagang Minangkabau yang melakukan kawin-mawin dengan perempuan Batak. Hal ini secara perlahan telah meningkatakan pemeluk Islam di tengah-tengah masyarakat Batak.[8] Pada masa Perang Paderi di awal abad ke-19, pasukan Minangkabau menyerang tanah Batak dan melakukan pengislaman besar-besaran atas masyarakat Mandailing dan Angkola. Namun penyerangan Paderi atas wilayah Toba, tidak dapat mengislamkan masyarakat tersebut, yang pada akhirnya mereka menganut agama Kristen Protestan dan Kristen Katolik. Kerajaan Aceh di utara, juga banyak berperan dalam mengislamkan masyarakat Karo dan Pakpak. Sementara Simalungun banyak terkena pengaruh Islam dari masyarakat Melayu di pesisir Sumatera Timur
Misionaris Kristen
Pada tahun 1824, dua misionaris Baptist asal Inggris, Richard Burton dan Nathaniel Ward berjalan kaki dari Sibolga menuju pedalaman Batak. Setelah tiga hari berjalan, mereka sampai di dataran tinggi Silindung dan menetap selama dua minggu di pedalaman. Dari penjelajahan ini, mereka melakukan observasi dan pengamatan langsung atas kehidupan masyarakat Batak. Pada tahun 1834, kegiatan ini diikuti oleh Henry Lyman dan Samuel Munson dari Dewan Komisaris Amerika untuk Misi Luar Negeri.
Pada tahun 1850, Dewan Injil Belanda menugaskan Herman Neubronner van der Tuuk untuk menerbitkan buku tata bahasa dan kamus bahasa Batak - Belanda. Hal ini bertujuan untuk memudahkan misi-misi kelompok Kristen Belanda dan Jerman berbicara dengan masyarakat Toba dan Simalungun yang menjadi sasaran pengkristenan mereka.
Misionaris pertama asal Jerman tiba di lembah sekitar Danau Toba pada tahun 1861, dan sebuah misi pengkristenan dijalankan pada tahun 1881 oleh Dr. Ludwig Ingwer Nommensen. Kitab Perjanjian Baru untuk pertama kalinya diterjemahkan ke bahasa Batak Toba oleh Nommensen pada tahun 1869 dan penerjemahan Kitab Perjanjian Lama diselesaikan oleh P. H. Johannsen pada tahun 1891. Teks terjemahan tersebut dicetak dalam huruf latin di Medan pada tahun 1893. Menurut H. O. Voorma, terjemahan ini tidak mudah dibaca, agak kaku, dan terdengar aneh dalam bahasa Batak.
Selanjutnya Misi Katolik di Tanah Batak terhitung sejak Pastor Misionaris pertama yakni Pastor Sybrandus van Rossum, OFM.Cap masuk ke jantung Tanah Batak, yakni Balige tanggal 5 Desember 1934.
Masyarakat Toba dan sebagian Karo menyerap agama Kristen dengan cepat, dan pada awal abad ke-20 telah menjadikan Kristen sebagai identitas budaya[14]. Pada masa ini merupakan periode kebangkitan kolonialisme Hindia-Belanda, dimana banyak orang Batak sudah tidak melakukan perlawanan lagi dengan pemerintahan kolonial. Perlawanan secara gerilya yang dilakukan oleh orang-orang Batak Toba berakhir pada tahun 1907, setelah pemimpin kharismatik mereka, Sisingamangaraja XII wafat.[15]
Gereja HKBP
Gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) telah berdiri di Balige pada bulan September 1917. Pada akhir tahun 1920-an, sebuah sekolah perawat memberikan pelatihan perawatan kepada bidan-bidan disana. Kemudian pada tahun 1941, Gereja Batak Karo Protestan (GBKP) didirikan.[16]
Gereja Katolik di Tanah Batak
Misi Katolik masuk ke Tanah Batak setelah Zending Protestan berada di sana selama 73 tahun. Daerah-daerah yang padat penduduknya serta daerah-daerah yang subur sudah menjadi “milik” Protestan. Menurut Sybrandus van Rossum dalam tulisannya berjudul “Matahari Terbit di Balige” bahwa pada tahun 1935 orang Batak yang sudah dibaptis di Protestan mencapai lebih kurang 450.000 orang. Lembaga pendidikan dan kesehatan sudah berada di tangan Zending. Zending juga sudah mempunyai kader-kader yang tangguh baik dalam masyarakat maupun dalam pemerintahan. Dalam situasi seperti itulah Misi Katolik masuk ke Tanah Batak.
Kepercayaan
Sebuah kalender Batak yang terbuat dari tulang, dari abad ke-20. Dimiliki oleh Museum Anak di Indianapolis.
Sebelum suku Batak Toba menganut agama Kristen Protestan, mereka mempunyai sistem kepercayaan dan religi tentang Mulajadi na Bolon yang memiliki kekuasaan di atas langit dan pancaran kekuasaan-Nya terwujud dalamDebata Natolu.
Menyangkut jiwa dan roh, suku Batak Toba mengenal tiga konsep, yaitu:
·         Tondi : adalah jiwa atau roh seseorang yang merupakan kekuatan, oleh karena itu tondi memberi nyawa kepada manusia. Tondi di dapat sejak seseorang di dalam kandungan.Bila tondi meninggalkan badan seseorang, maka orang tersebut akan sakit atau meninggal, maka diadakan upacara mangalap (menjemput) tondi dari sombaon yang menawannya.
·         Sahala : adalah jiwa atau roh kekuatan yang dimiliki seseorang. Semua orang memiliki tondi, tetapi tidak semua orang memiliki sahala. Sahala sama dengan sumanta, tuah atau kesaktian yang dimiliki para raja atau hula-hula.
·         Begu : adalah tondi orang telah meninggal, yang tingkah lakunya sama dengan tingkah laku manusia, hanya muncul pada waktu malam.
Demikianlah religi dan kepercayaan suku Batak yang terdapat dalam pustaha. Walaupun sudah menganut agama Kristen dan berpendidikan tinggi, namun orang Batak belum mau meninggalkan religi dan kepercayaan yang sudah tertanam di dalam hati sanubari mereka.
Salam Khas Batak
Tiap puak Batak memiliki salam khasnya masing masing. Meskipun suku Batak terkenal dengan salam Horasnya, namun masih ada dua salam lagi yang kurang populer di masyarakat yakni Mejuah juah dan Njuah juah. Horas sendiri masih memiliki penyebutan masing masing berdasarkan puak yang menggunakannya
1. Pakpak “Njuah-juah Mo Banta Karina!”
2. Karo “Mejuah-juah Kita Krina!”
3. Toba “Horas Jala Gabe Ma Di Hita Saluhutna!”
4. Simalungun “Horas banta Haganupan, Salam Habonaran Do Bona!”
5. Mandailing dan Angkola “Horas Tondi Madingin Pir Ma Tondi Matogu, Sayur Matua Bulung!”
Kekerabatan
Kekerabatan adalah menyangkut hubungan hukum antar orang dalam pergaulan hidup. Ada dua bentuk kekerabatan bagi suku Batak, yakni berdasarkan garis keturunan (genealogi) dan berdasarkan sosiologis, sementara kekerabatan teritorial tidak ada.
Bentuk kekerabatan berdasarkan garis keturunan (genealogi) terlihat dari silsilah marga mulai dari Si Raja Batak, dimana semua suku bangsa Batak memiliki marga. Sedangkan kekerabatan berdasarkan sosiologis terjadi melalui perjanjian (padan antar marga tertentu) maupun karena perkawinan. Dalam tradisi Batak, yang menjadi kesatuan Adat adalah ikatan sedarah dalam marga, kemudian Marga. Artinya misalnya Harahap, kesatuan adatnya adalah Marga Harahap vs Marga lainnya. Berhubung bahwa Adat Batak/Tradisi Batak sifatnya dinamis yang seringkali disesuaikan dengan waktu dan tempat berpengaruh terhadap perbedaan corak tradisi antar daerah.
Adanya falsafah dalam perumpamaan dalam bahasa Batak Toba yang berbunyi: Jonok dongan partubu jonokan do dongan parhundul. merupakan suatu filosofi agar kita senantiasa menjaga hubungan baik dengan tetangga, karena merekalah teman terdekat. Namun dalam pelaksanaan adat, yang pertama dicari adalah yang satu marga, walaupun pada dasarnya tetangga tidak boleh dilupakan dalam pelaksanaan Adat.
Rumah Adat Batak Toba
Falsafah dan sistem kemasyarakatan
Masyarakat Batak memiliki falsafah, azas sekaligus sebagai struktur dan sistem dalam kemasyarakatannya yakni yang dalam Bahasa Batak Toba disebut Dalihan na Tolu. Berikut penyebutan Dalihan Natolu menurut keenam puak Batak
1. Dalihan Na Tolu (Toba) • Somba Marhula-hula • Manat Mardongan Tubu • Elek Marboru
2. Dalian Na Tolu (Mandailing dan Angkola) • Hormat Marmora • Manat Markahanggi • Elek Maranak Boru
3. Tolu Sahundulan (Simalungun) • Martondong Ningon Hormat, Sombah • Marsanina Ningon Pakkei, Manat • Marboru Ningon Elek, Pakkei
4. Rakut Sitelu (Karo) • Nembah Man Kalimbubu • Mehamat Man Sembuyak • Nami-nami Man Anak Beru
5. Daliken Sitelu (Pakpak) • Sembah Merkula-kula • Manat Merdengan Tubuh • Elek Marberru
·         Hulahula/Mora adalah pihak keluarga dari isteri. Hula-hula ini menempati posisi yang paling dihormati dalam pergaulan dan adat-istiadat Batak (semua sub-suku Batak) sehingga kepada semua orang Batak dipesankan harus hormat kepada Hulahula (Somba marhula-hula).
·         Dongan Tubu/Hahanggi disebut juga Dongan Sabutuha adalah saudara laki-laki satu marga. Arti harfiahnya lahir dari perut yang sama. Mereka ini seperti batang pohon yang saling berdekatan, saling menopang, walaupun karena saking dekatnya kadang-kadang saling gesek. Namun, pertikaian tidak membuat hubungan satu marga bisa terpisah. Diumpamakan seperti air yang dibelah dengan pisau, kendati dibelah tetapi tetap bersatu. Namun demikian kepada semua orang Batak (berbudaya Batak) dipesankan harus bijaksana kepada saudara semarga. Diistilahkan, manat mardongan tubu.
·         Boru/Anak Boru adalah pihak keluarga yang mengambil isteri dari suatu marga (keluarga lain). Boru ini menempati posisi paling rendah sebagai 'parhobas' atau pelayan, baik dalam pergaulan sehari-hari maupun (terutama) dalam setiap upacara adat. Namun walaupun berfungsi sebagai pelayan bukan berarti bisa diperlakukan dengan semena-mena. Melainkan pihak boru harus diambil hatinya, dibujuk, diistilahkan: Elek marboru.
Namun bukan berarti ada kasta dalam sistem kekerabatan Batak. Sistem kekerabatan Dalihan na Tolu adalah bersifat kontekstual. Sesuai konteksnya, semua masyarakat Batak pasti pernah menjadi Hulahula, juga sebagai Dongan Tubu, juga sebagai Boru. Jadi setiap orang harus menempatkan posisinya secara kontekstual.
Sehingga dalam tata kekerabatan, semua orang Batak harus berperilaku 'raja'. Raja dalam tata kekerabatan Batak bukan berarti orang yang berkuasa, tetapi orang yang berperilaku baik sesuai dengan tata krama dalam sistem kekerabatan Batak. Maka dalam setiap pembicaraan adat selalu disebut Raja ni Hulahula, Raja no Dongan Tubu dan Raja ni Boru.

Ritual Kanibalisme
Pejuang Batak
Ritual kanibalisme telah terdokumentasi dengan baik di kalangan orang Batak, yang bertujuan untuk memperkuat tondi pemakan itu. Secara khusus, darah, jantung, telapak tangan, dan telapak kaki dianggap sebagai kayatondi.
Dalam memoir Marco Polo yang sempat datang berekspedisi dipesisir timur Sumatera dari bulan April sampai September 1292, ia menyebutkan bahwa ia berjumpa dengan orang yang menceritakan akan adanya masyarakyat pedalaman yang disebut sebagai "pemakan manusia".[17] Dari sumber-sumber sekunder, Marco Polo mencatat cerita tentang ritual kanibalisme di antara masyarakat "Battas". Walau Marco Polo hanya tinggal di wilayah pesisir, dan tidak pernah pergi langsung ke pedalaman untuk memverifikasi cerita tersebut, namun dia bisa menceritakan ritual tersebut.
Niccolò Da Conti (1395-1469), seorang Venesia yang menghabiskan sebagian besar tahun 1421 di Sumatra, dalam perjalanan panjangnya untuk misi perdagangan di Asia Tenggara (1414-1439), mencatat kehidupan masyarakat. Dia menulis sebuah deskripsi singkat tentang penduduk Batak: "Dalam bagian pulau, disebut Batech kanibal hidup berperang terus-menerus kepada tetangga mereka ".
Thomas Stamford Raffles pada 1820 mempelajari Batak dan ritual mereka, serta undang-undang mengenai konsumsi daging manusia, menulis secara detail tentang pelanggaran yang dibenarkan.[20] Raffles menyatakan bahwa: "Suatu hal yang biasa dimana orang-orang memakan orang tua mereka ketika terlalu tua untuk bekerja, dan untuk kejahatan tertentu penjahat akan dimakan hidup-hidup".. "daging dimakan mentah atau dipanggang, dengan kapur, garam dan sedikit nasi".
Para dokter Jerman dan ahli geografi Franz Wilhelm Junghuhn, mengunjungi tanah Batak pada tahun 1840-1841. Junghuhn mengatakan tentang ritual kanibalisme di antara orang Batak (yang ia sebut "Battaer"). Junghuhn menceritakan bagaimana setelah penerbangan berbahaya dan lapar, ia tiba di sebuah desa yang ramah. Makanan yang ditawarkan oleh tuan rumahnya adalah daging dari dua tahanan yang telah disembelih sehari sebelumnya. Namun hal ini terkadang dibesar-besarkan dengan maksud menakut-nakuti orang/pihak yang bermaksud menjajah dan/atau sesekali agar mendapatkan pekerjaan yang dibayar baik sebagai tukang pundak bagi pedagang maupun sebagai tentara bayaran bagi suku-suku pesisir yang diganggu oleh bajak laut.
Oscar von Kessel mengunjungi Silindung pada tahun 1840-an, dan pada tahun 1844 mungkin orang Eropa pertama yang mengamati ritual kanibalisme Batak di mana suatu pezina dihukum dan dimakan hidup. Menariknya, terdapat deskripsi paralel dari Marsden untuk beberapa hal penting, von Kessel menyatakan bahwa kanibalisme dianggap oleh orang Batak sebagai perbuatan berdasarkan hukum dan aplikasinya dibatasi untuk pelanggaran yang sangat sempit yakni pencurian, perzinaan, mata-mata, atau pengkhianatan. Garam, cabe merah, dan lemon harus diberikan oleh keluarga korban sebagai tanda bahwa mereka menerima putusan masyarakat dan tidak memikirkan balas dendam.
Ida Pfeiffer mengunjungi Batak pada bulan Agustus 1852, dan meskipun dia tidak mengamati kanibalisme apapun, dia diberitahu bahwa: "Tahanan perang diikat pada sebuah pohon dan dipenggal sekaligus, tetapi darah secara hati-hati diawetkan untuk minuman, dan kadang-kadang dibuat menjadi semacam puding dengan nasi. Tubuh kemudian didistribusikan; telinga, hidung, dan telapak kaki adalah milik eksklusif raja, selain klaim atas sebagian lainnya. Telapak tangan, telapak kaki, daging kepala, jantung, serta hati, dibuat menjadi hidangan khas. Daging pada umumnya dipanggang serta dimakan dengan garam. Para perempuan tidak diizinkan untuk mengambil bagian dalam makan malam publik besar ".
Pada 1890, pemerintah kolonial Belanda melarang kanibalisme di wilayah kendali mereka. Rumor kanibalisme Batak bertahan hingga awal abad ke-20, dan nampaknya kemungkinan bahwa adat tersebut telah jarang dilakukan sejak tahun 1816. Hal ini dikarenakan besarnya pengaruh agama pendatang dalam masyarakat Batak.
Tarombo[

Silsilah atau Tarombo merupakan suatu hal yang sangat penting bagi orang Batak. Bagi mereka yang tidak mengetahui silsilahnya akan dianggap sebagai orang Batak kesasar (nalilu). Orang Batak diwajibkan mengetahui silsilahnya minimal nenek moyangnya yang menurunkan marganya dan teman semarganya (dongan tubu). Hal ini diperlukan agar mengetahui letak kekerabatannya (partuturanna) dalam suatu klan atau marga.




Kontroversi
Sebagian orang Karo, Angkola, dan Mandailing tidak menyebut dirinya sebagai bagian dari suku Batak. Wacana itu muncul disebabkan karena pada umumnya kategori "Batak" dipandang rendah oleh bangsa-bangsa lain. Selain itu, perbedaan agama juga menyebabkan sebagian orang Tapanuli tidak ingin disebut sebagai Batak. Di pesisir timur laut Sumatera, khususnya di Kota Medan, perpecahan ini sangat terasa. Terutama dalam hal pemilihan pemimpin politik dan perebutan sumber-sumber ekonomi. Sumber lainnya menyatakan kata Batak ini berasal dari rencana Gubernur Jenderal Raffles yang membuat etnik Kristen yang berada antara Kesultanan Aceh dan Kerajaan Islam Minangkabau, di wilayah Barus Pedalaman, yang dinamakan Batak. Generalisasi kata Batak terhadap etnik Mandailing (Angkola) dan Karo, umumnya tak dapat diterima oleh keturunan asli wilayah itu. Demikian juga di Angkola, yang terdapat banyak pengungsi muslim yang berasal dari wilayah sekitar Danau Toba dan Samosir, akibat pelaksanaan dari pembuatan afdeeling Bataklanden oleh pemerintah Hindia Belanda, yang melarang penduduk muslim bermukim di wilayah tersebut.
Konflik terbesar adalah pertentangan antara masyarakat bagian utara Tapanuli dengan selatan Tapanuli, mengenai identitas Batak dan Mandailing. Bagian utara menuntut identitas Batak untuk sebagain besar penduduk Tapanuli, bahkan juga wilayah-wilayah di luarnya. Sedangkan bagian selatan menolak identitas Batak, dengan bertumpu pada unsur-unsur budaya dan sumber-sumber dari Barat. Penolakan masyarakat Mandailing yang tidak ingin disebut sebagai bagian dari etnis Batak, sempat mencuat ke permukaan dalam Kasus Syarikat Tapanuli (1919-1922), Kasus Pekuburan Sungai Mati (1922), dan Kasus Pembentukan Propinsi Tapanuli (2008-2009).
Dalam sensus penduduk tahun 1930 dan 2000, pemerintah mengklasifikasikan Simalungun, Karo, Toba, Mandailing, Pakpak dan Angkola sebagai etnis Batak.


By : Maykel Samuel
------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Kebudayaan Jepang


Jepang merupakan Negara yang di juluki Negara matahari dan Negara bungasakura, mengapa demikian? Karena di Negara jepang mayoritas beragama Shinto yangmenyembah matahari sehingga disebut Negara Matahari, sedangkan julukan Negara Bunga Sakura di berikan karena banyak bunga sakura yang tumbuh si tanah jepang, bahkan untuk menyambut musim semi sakura orang jepang mempunyai suatu tradisi, yaitu biasa disebut dengan perayaan hanami (perayaan melihat mekarnya bunga) sebagai simbol kebahagiaan karena datangnya musim semi, dimana di saat itu bunga sakura mekar dengan cantiknya. Di setiap budayanya mempunyai arti tersendiri. Dari zaman jomon sampai zaman hesei sekarang, orang jepang mampu melestarikan kebudayaannya sendiri.
Jepang yang mempunyai kebudayaan yang unik membuat Negara Bunga Sakura itu banyak di kenal masyarakat dunia salah satunya Indonesia, kebudayaan jepang yang sampai saat ini masih dilakukan dalam berbagai kesempatan misalkan perayaan hanami, dikarenakan masyarakat jepang mencintai kebudayaannya sendiri dan ingin menjaganya. Orang jepang mau memakai pakaian seberat dan setebal kimono untuk sekedar menghadiri upacara resepsi pernikahan, sekarang kita tau bagaimana cintanya warga jepang pada kebudayaannya sendiri. Adakalanya kita perlu mengetahui seperti apa kebudayaan jepang itu, mungkin dengan mengetahui beberapa kebudayaan jepang kita bisa sedikit meniru cara melestarikan kebudayaannya, mungkin bisa saja kebudayaan kita tetap terjaga dan tetap dilakukan seperti kebudayaan jepang, berikut beberapa contoh kebudayaan jepang:


Perayaan Hanami

Hanami (hana wo miru = melihat bunga) atau ohanami adalah tradisi Jepang dalam menikmati keindahan bunga, khususnya bunga sakura. Mekarnya bunga sakura merupakan lambang kebahagiaan telah tibanya musim semi. Selain itu, hanami juga berarti piknik dengan menggelar tikar untuk pesta makan-makan di bawah pohon sakura. Rombongan demi rombongan berpiknik menggelar tikar dan duduk-duduk di bawah pepohonan sakura untuk bergembira bersama, minum sake, makan makanan khas Jepang, dan lain-lain layaknya pesta kebun. Semuanya bergembira. Ada kelompok keluarga, ada kelompok perusahaan, organisasi, sekolah dan lain-lain.

Samurai
Istilah samurai ( ), pada awalnya mengacu kepada “seseorang yang mengabdi kepada bangsawan”. Pada zaman Nara, (710 – 784), istilah ini diucapkan saburau dan kemudian menjadi saburai. Selain itu terdapat pula istilah lain yang mengacu kepada samurai yakni bushi. Istilah bushi (武士 ) yang berarti “orang yang dipersenjatai atau kaum militer”, pertama kali muncul di dalam Shoku Nihongi (続日本紀 ), pada bagian catatan itutertulis “secara umum, rakyat dan pejuang (bushi) adalah harta negara”. Kemudian berikutnya istilah samurai dan bushi menjadi sinonim pada akhir abad ke-12 (zaman Kamakura.

Shogun (Sei-i Taishōgun)
 
Shogun (将軍Shōgun) adalah istilah bahasa Jepang yang berarti jenderal. Dalam konteks sejarah Jepang, bila disebut pejabat shogun maka yang dimaksudkan adalah Sei-i Taishōgun (征夷大将軍) yang berarti Panglima Tertinggi Pasukan Ekspedisi melawan Orang Biadab (istilah "Taishōgun" berarti  panglima angkatan bersenjata). Sei-i Taishōgun merupakan salah satu jabatan jenderal yang dibuat di luar sistem Taihō Ritsuryō. Jabatan Sei-i Taishōgun dihapus sejak Restorasi Meiji. Walaupun demikian, dalam bahasa Jepang, istilah shōgun yang berarti jenderal dalam kemiliteran tetap digunakan hingga sekarang. 

Baju Tradisional Jepang

Baju tradisional jepang adalah kimono, kimono di bagi menjadi 2 macam yaitu kimono wanita dan kimono pria. Kimono wanita ini masih di bagi menjadi beberapa macam diantaranya adalah:
  • Kurotomesode: kimono paling formal dan biasanya di pakai wanita yang sudah menikah.
  • Irotomesode: kimono yang di pakai oleh wanita dewasa yang sudah menikah atau belum menikah untuk menghadiri acara formal.
  • Furisode: adalah kimono paling formal untuk wanita muda yang belum menikah.
  • Homongi: adalah kimono formal untuk wanita, sudah menikah atau belum menikah.
  • Iromuji: adalah kimono semiformal, namun bisa dijadikan kimono formal bila iromuji tersebut memiliki lambang keluarga (kamon).
  • Tsukesage: Tsukesage adalah kimono semiformal untuk wanita yang sudah atau belum menikah.
  • Komon: Komon adalah kimono santai untuk wanita yang sudah atau belum menikah.
  • Tsumugi: adalah kimono santai untuk dikenakan sehari-hari di rumah oleh wanita yang sudah atau belum menikah.
  • Yukata: adalah kimono nonformal yang dipakai pria dan wanita pada kesempatan santai di musim panas, misalnya sewaktu melihat pesta kembang api, matsuri (ennichi), atau menari pada perayaan obon.
        Sedangkan kimono pria di bagi menjadi 2 yaitu:
  1. Kimono formal: yaitu berupa setelan montsuki hitan dengan hakama dan haori.
  2. Kimono santai atau kinagashi: yaitu kimono yang di pakai sebagai pakaian sehari-hari atau ketika keluar rumah pada kesempatan tidak resmi.
Etika Budaya Masyarakat Jepang


      Masyarakat Jepang: masyarakat yang tidak peduli pada agama
Dalam undang-undang dasar Jepang, pemerintah tidak boleh ikut campur dalam urusan agama. Dilarang keras memakai anggaran negara untuk hal-hal agama.
Dalam pasal 20 tertulis bahwa semua lembaga agama tidak boleh diberi hak istimewa dari negara dan tidak boleh melaksanakan kekuatan politik, negara dan instansinya tidak boleh melakukan kegiatan agama dan pendidikan agama tertentu. Dan dalam pasal 89 tertulis bahwa uang negara tidak boleh dipakai untuk lembaga agama.
Maka di Jepang tidak ada ruangan untuk sembahyang seperti mushala di instansi negara (termasuk sekolah), tidak ada Departmen Agama, tidak ada sekolah agama negara (seperti IAIN di Indonesia). Menurut beberapa penelitian, sekitar 70% orang Jepang menjawab tidak memeluk agama. Terutama, pemuda Jepang sangat tidak peduli agama. (Pada tahun 1996, mahasiswa yang mempercayai agama tertentu hanya 7.6%).
Orang Jepang tidak peduli orang lain agamanya apa, dan kalau dia mempercayai agama tertentu, biasanya dia tidak suka memamerkan agamanya sendiri. Orang Jepang tidak ikut campur urusan pribadi orang lain, dan masalah agama dianggap sebagai urusan pribadi.
Di Jepang pernah orang Kristen menjadi Perdana Menteri, namanya OHIRA Masayoshi, Masa jabatannya dari tahun 1978 sampai 1980. Memang jumlah orang Kristen cuma 1% dari penduduk Jepang, tapi sama sekali tidak menjadi masalah dan sama sekali tidak mempengaruhi kebijakannya. Hal itu tidak dikatakan karena toleransi pada agama, lebih tepat disebut karena ketidakpedulian orang Jepang pada agama. (Tetapi beberapa sekte tidak disukai banyak orang.)


Etika orang Jepang tidak berdasar atas agama
Robert N Bellah, menerbitkan buku berjudul Tokugawa Religion: The Cultural Roots of Modern Japan (1957) menganalisis kemajuan Jepang berdasar teori Max Weber yaitu Die Protestantische Ethik und der “Geist” des Kapitalismus (1905), menjelaskan peranan nilai agama pramodern itu dalam proses modernisasi. Tetapi menurut saya teori Bellah ini sangat diragukan. Bellah mengatakan ajaran “Sekimon shingaku” (Ilmu moral oleh ISHIDA Baigan) itu memerankan sebagai etos untuk modernisasi ekonomi. Selain itu, ada yang menilai ajaran salah satu sekte Buddha Jepang Jodo Shinshu sebagai etos seperti Protestan. Tentu saja ajaran-ajaran itu mementingkan kerja keras, mirip dengan ajaran Puritanisme (memang Islam juga). Di Jepang modernisasi di dalam bidang ekonomi dilakukan oleh pemerintah Meiji. Ideologi pemerintah Jepang adalah Shinto versi negara. Jadi, teori Max Weber tidak bisa diterapkan kepada Jepang. Di Jepang tidak ada agama yang mendorong proses kapitalisme.
Jepang dipenuhi dengan porno, dilimpah dengan tempat judi, orang Jepang suka sekali minum minuman keras. Tetapi pada umumnya orang Jepang masih berdisiplin, bekerja keras, masyarakat Jepang sedikit korupsi, lebih makmur, tertib, efisien, bersih dan aman (setidak-tidaknya tidak terjadi konflik antar agama) daripada Indonesia. Bagi orang Jepang, porno, judi, minuman keras, semua hanya sarana hiburan saja untuk menghilangkan stres. Kebanyakan orang Jepang tidak sampai adiksi/kecanduan.


Etika orang Jepang: etika demi komunitas
Etika orang Jepang itu, tujuan utamanya membentuk hubungan baik di dalam komunitas. Kebesaran komunitas bergantung pada situasi dan zaman. Negara, desa, keluarga, perusahaan, pabrik, kantor, sekolah, partai, kelompok agama, tim sepak bola dll, bentuknya apapun, orang Jepang mementingkan komunitas termasuk diri sendiri. Sesudah Restorasi Meiji, pemerintah Meiji sangat menekankan kesetiaan pada negara. Sesudah perang dunia kedua, objek kesetiaan orang Jepang beralih pada perusahaan.
Tindakan pribadi dinilai oleh mendorong atau merusak rukun komunitas. Maka misalnya minum minuman keras juga tidak dimasalahkan, bahkan minum bersama diwajibkan untuk mendorong rukun komunitas.
Ajaran agama juga digunakan untuk memperkuat etika komunitas ini. Sedangkan Semitic monoteisme (agama Yahudi, Kristen dan Islam) mengutamakan Allah daripada komunitas, dan memisahkan seorang sebagai diri sendiri dari komunitas. Jadi Pemerintahan Tokugawa melarang Kristen. Tentu saja agama Buddha juga mengutamakan Kebenaran Darma daripada komunitas, tetapi ajaran sisi seperti itu ditindas. Sementara Konfusianisme sengat cocok dengan etika demi komunitas ini.
Tetapi, orang Jepang tidak mengorbankan sendiri tanpa syarat demi komunitas. Hal ini jelas terutama di dalam etos kerja orang Jepang.


Etos kerja dan budaya kerja orang Jepang
Sesudah perang dunia kedua, perusahaan Jepang yang besar membentuk 3 sistem yaitu, (1) Sistem ketenagakerjaan sepanjang hidup, yakni perusahaan biasanya tidak putus hubungan kerja. (2) Sistem kenaikan gaji sejajar umur, yakni perusahaan menaikan gaji pekerjanya tergantung umur mereka. (3) Serikat pekerja yang diorganisasi menurut perusahaan, yakni, berbeda dengan pekerja yang diorganisasi menurut jenis kerja, semua pekerja sebuah perusahaan, jenis kerja apapun, diorganisasi satu serikat pekerja. Oleh ketiga sistem ini, pekerja menganggap kuat diri sendiri anggota perusahaannya dan merasa kesetiaan kepada perusahaannya. Di atas ketiga sistem ini, etos kerja dan budaya kerja orang Jepang berkembang. Kenyataannya, ketiga sistem ini dibentuk hanya di perusahaan besar, tidak ada di perusahaan kecil. Tetapi ketiga sistem ini menjadi teladan bagi perusahaan kecil juga.
Ciri-ciri etos kerja dan budaya kerja orang Jepang adalah,
1. Bekerja untuk kesenangan, bukan untuk gaji saja.
Tentu saja orang Jepang juga tidak bekerja tanpa gaji atau dengan gaji yang rendah. Tetapi kalau gajinya lumayan, orang Jepang bekerja untuk kesenangan. Jika ditanya “Seandainya anda menjadi milyuner dan tidak usah bekerja, anda berhenti bekerja ?”, kebanyakan orang Jepang menjawab, “Saya tidak berhenti, terus bekerja.” Bagi orang Jepang kerja itu seperti permainan yang bermain bersama dengan kawan yang akrab. Biasanya di Jepang kerja dilakukan oleh satu tim. Dia ingin berhasil dalam permainan ini, dan ingin menaikkan kemampuan diri sendiri. Dan bagi dia kawan-kawan yang saling mempercayai sangat penting. Karena permainan terlalu menarik, dia kadang-kadang lupa pulang ke rumah. Fenomena ini disebut “work holic” oleh orang asing.
2. Mendewakan langganan
Memang melanggar ajaran Islam, etos kerja orang Jepang mendewakan client/langganan sebagai Tuhan. “Okyaku sama ha kamisama desu.” (Langganan adalah Tuhan.) Kata itu dikenal semua orang Jepang. Kata ini sudah motto bisinis Jepang. Perusahaan Jepang berusaha mewujudkan permintaan dari langganan sedapat mungkin, dan berusaha berkembangkan hubungan erat dan panjang dengan langganan.
3. Bisnis adalah perang
Orang Jepang yang di dunia bisnis menganggap bisnis sebagai perang yang melawan dengan perusahaan lain. Orang Jepang suka membaca buku ajaran Sun Tzu (孫子) untuk belajar strategis bisnis. Sun Tzu adalah sebuah buku ilmu militer Tiongkok kuno, pada abad 4 sebelum masehi. Sun Tzu itu suka dibaca oleh baik samurai dulu maupun orang bisinis sekarang. Untuk menang perang, perlu strategis dan pandangan jangka panjang. Budaya bisinis Jepang lebih mementingkan keuntungan jangka panjang. Supaya menang perang seharusnya diadakan persiapan lengkap untuk bertempur setenaga kuat. Semua orang Jepang tahu pribahasa “Hara ga hette ha ikusa ha dekinu.” (Kalau lapar tidak bisa bertempur.) Oleh karena itu orang Jepang tidak akan pernah menerima kebiasaan puasa. Bagi orang Jepang, untuk bekerja harus makan dan mempersiapkan kondisi lengkap. Tentu saja di medang perang, kedisiplinan paling penting. Dalam buku Sun Tzu untuk mengajar kedisiplinan dilakukan cara yang sangat kejam. Tetapi sekarang disiplin diajarkan di sekolah dasar. Pendidikan di sekolah sangat penting. Masuk sekolah setiap hari tidak terlambat, ikut pelajaran secara rajin, hal-hal itu dasar disiplin untuk kerja di dunia bisinis. Pada setelah Restorasi Meiji, pendidikan disiplin di sekolah dasar lebih berguna untuk berkembang kapitalisme daripada ajaran agama apapun.
       Introduksi “performance-paid system” dan gagalnya
Sejak runtuhnya ekonomi Jepang pada awal 1990-an, banyak perusahaan Jepang memPHK secara massal. Mereka mengintroduksi sistem gaya Amerika, yakni performance-paid system pada tahun 1990-an untuk mengirit biaya tenaga kerja. Sistem ini gajinya dibayar menurut hasil kerjanya. Tetapi sistem ini merusakkan team work di dalam perusahaan dan menghilangkan kesetiaan pekerja pada perusahaannya. Rupanya bagi orang Jepang, gajinya tidak menjadi motivasi kuat. Mungkin performance-paid system dicabut lagi dan direkonstruksi sistem yang tradisional. Etos kerja dan budaya kerja Jepang mungkin tidak begitu berubah.
Tetapi perusahaan Jepang memilih menjadi lebih langsing dan ringan. Pekerja tetap menjadi terbatas, kebanyakan pekerja adalah yang non tetap. Etos kerja pekerja non tetap ada kemungkinan berubah drastis.

Sumber: 
By : Brian Ones


OTAKU Magazine

- Copyright © OTAKU Magazine - Powered by Blogger -