Posts

.

.
Posted by : Megumi Aishikawa Sunday, May 4, 2014

Destiny and The Meaning of Life

Apa kamu percaya bahwa Tuhan itu ada? Apa kamu percaya pada sebuah keajaiban dan takdir? aku percaya akan semua hal itu. Mungkin kita tak bisa mengubah jalan hidup kita. Mungkin kita ga bisa balik ke masa lalu untuk memperbaikinya, tapi aku percaya bahwa Tuhan ada dan telah membuat hidup kita indah dan menjadi berarti.

            Aku hanya dapat melihat dengan diam apa yang sedang terjadi di sekitar sini. Orang-orang sibuk berjalan kesana-sini. Aku tidak mengerti apa yang akan mereka lakukan. Aku tidak tahu dengan apa yang terjadi. Bahkan aku merasa susah untuk mengetahui siapa diriku. Aku menjambak rambutku dengan frustasi. Aku hanya dapat menangis meluapkan semua kekesalan dan emosi ini.
21 Januari 2014
Namaku adalah Olivia semua orang memanggilku via. Aku duduk di kelas XI IPA 2. Aku hanyalah gadis biasa yang sederhana. Emm, aku mempunyai dua orang sahabat yang begitu dekat dari aku duduk di kelas sepuluh bahkan kami mambuat nama JOB. Jessica, Olivia dan Bonifasia. Kami saling melengkapi satu sama lain. Dan beberapa sahabat yang sekarang dekat denganku Erika, dena, rika.
            Entah mengapa belakangan hari ini aku merasa ada yang aneh dalam diriku. Hari ini tepat dua minggu aku merasa pusing yang berlebih dalam diriku. Aku jadi mudah melupakan sesuatu. Aku tidak berani untuk memberi tahu kedua orang tuaku. Pasti mereka akan sangat khawatir.
“viaaa!!” aku menoleh kearah suara itu dan memaksakan diriku untuk tersenyum
“kamu yakin gapapa? Muka kamu pucet banget” ujar Erika
“aku gapapa kok. Cuman lari aja lagian. Aku duluan ya.” Ucapku sambil tersenyum. Aku tahu aku bukannya gapapa, aku hanya memaksakan agar semuanya baik-baik aja. Aku sadar bahwa diri aku ga kuat lagi. Tapi aku gamau mereka khawatir. Aku berlari dengan sisa-sisa kekuatanku. Ya, hanya tinggal aku yang berlari di lapangan ini. Aku dapat melihat samar-samar semua orang menatapku khawatir termasuk guru olahraga ku.
“ayoo via semangat!!”
“ayo viaa . satu puteran lagii!!”
Aku dapat mendengar mereka menyemangatiku. Diputeran yang ke 10 entah mengapa aku seperti mendapat sebuah tenaga ekstra. Aku merasa tubuh ku ringan. Saat aku mencapai garis finish aku mendengar mereka berteriak. Tapi setelah itu aku merasa semuanya gelap.
22 Januari 2014
Aku memutuskan untuk pergi ke rumah sakit untuk manjalani pemeriksaan.
“apa kamu Olivia? Hasil CT scan kamu sudah keluar.” Tanya dr. alex sambil melihat kea rah monitor.
“iya .bagaimana hasilnya dok?” Dokter menatapku sekilas
“Boles saya bertanya kepadamu Oliv?” aku bingung. Aku hanya dapat menganggukan kepalaku.
“apakah kamu merasakan pusing?” aku mengangguk
“apa kamu mudah melupakan sesuatu hal? Emm, misalnya apa yang ingin kamu ucapkan atau hal-hal lain yang bersifat sederhana?” aku menganggukan kepalaku lagi. Tapi aku dapat melihat raut wajah dokter yang berubah
“kamu dimana walimu? Aku harus berbicara kepada mereka.”
“aku datang sendiri. Mereka sibuk dengan pekerjaan mereka dok. Apakah anda tidak dapat mengatakan langsung kepada saya?” dokter menghela nafasnya dan membalik monitornya kepadaku.
“kamu dapat melihat bagian ini?” dokter menunjuk sesuatu dari hasil ct scan ku
saraf otak kamu bukan saja mengerut, tapi juga dipenuhi dengan sedimen protein yang disebut plak amiloid dan serat yang berbelit-belit neuro fibrillary. Dengan kata lain kamu mengidap Alzheimer.”aku  merasa sebutir bening dari mata kamu jatuh perlahan disusul dengan yang lainnya. Dadamu sesak. Sakit sekali.
“aku akan memberikan kamu resep obat yang akan memperlambat penyebaran penyakit ini.”
            aku masuk ke dalam rumah. Sepi seperti biasa. Orang tuaku hanya mementingkan bagaiman mencari uang. Bukan anaknya. aku menghela nafas dan masuk ke dalam kamar. aku termenung di sudut kamar, dan aku mulai menangis sejadi-jadinya.
22 febuari 2014
            Sudah satu bulan semenjak aku pergi ke dokter, aku merasa tubuhku makin aneh. Obat yang aku dapatkan dari dokter hanya aku taruh di dalam laci meja belajarku. Aku masih tidak percaya bahwa aku mengidap penyakit itu.
            Aku melangkahkan kaki dengan gontai masuk ke dalam rumah. aku melihat kedua orang tua sedang duduk bersama. Aneh? Ya.
“via, bisa kita berbicara sebentar?” Tanya mama
“ada apa ma?” aku menatap mama dan papa bergantian. Mama mengeluarkan sebungkus plastik. Aku kenal itu. Obat yang kusembunyikan.
“vii, bisa kamu jelasin ke mama sama papa? Jangan ada yang disembunyikan.” Kata papa sambil menatapku. Aku mulai menangis. Aku ga kuat nyimpen semuanya sendirian. Mama sama papa memelukku. Aku dapat mendengar isakan mama.
“vii, maafin mama sama papa ga bisa merhatiin kamu. Maafin mama vii.” Mama memelukku kuat. Aku hanya mengangguk.
            Setelah itu kami pergi ke rumah sakit. Aku kembali menjalani CT scan. Aku menunggu di luar. Sedangkan papa menemani mama di dalam.
“apakah kalian wali dari Oliv?”
“Saya sudah pernah mengatakan kepada Oliv, bahwa iya menderita Alzheimer. Alzheimer merupakan dimana kondisi di mana sel-sel saraf yang ada di otak mati, sehingga sinyal-sinyal otak sulit ditransmisikan dengan baik. Gejala penyakit Alzheimer sulit dikenali sejak dini. Kalian harus siap dengan apa yang akan terjadi untuk kedepannya. Saat di mana ia susah untuk berbicara, mengingat, melupakan hal-hal dasar. Bahkan melupakan keluarga atau orang yang dicintainya. Yang lebih parah dia tidak mengingat siapa dirinya.”
            Aku melihat mama keluar. Aku melihat matanya yang sembab, aku menyadari bahwa mama menangis di dalam. Aku hanya tersenyum. Mama memelukku. Meminta maaf untuk semuanya.
            Hari-hari terus berlalu. Kondisi ku masih tetap sama. Bahkan makin parah. Aku sudah mulai melantur.aku sudah mulai kesusahan berbicara. Tapi setidaknya mama dan papa tetap berada di sampingku. Selama sisa waktuku aku membuat begitu banyak kenangan bersama kedua orang tuaku dan teman-temanku. Jessica , boni , Erika, rika dena dan yang lainnya.aku ga tau kapan ingatan ku akan memudar. Aku mulai mengumpulkan fotokami dan menyimpannya saat ingatanku hilang aku tak ingin menghilangkan mereka dari otakku. Mereka bagian puzzle dari kehidupannku. Tanpa mereka aku bukan siapa-siapa. Aku tidak akan berarti.
“PRANGG!!”
“Via apa yang kamu lakukan?” Tanya mama panic padaku yang melihat aku membuang piring. Mama mendekatiku. Aku mengambil serpihan piring itu.
“jangan mendekat!! Siapa kamu? Aku tidak kenal!!” teriak ku histeris
“Via ini mama. Ini mama via.” Mama menangis dan tetap maju ke araku
“aku tidak punya mama! Aku bukan via!!” mama memelukku. Aku menangis. Aku menyadari pelukan ini tidak asing bagiku hangat.
“mama , maafin via maa. Maafin” mama menghapus air mataku. Dan memelukku kembali
1 april 2014
Hari ini aku masuk rumah sakit. Kondisi ku makin buruk. Aku sudah mulai tidak dapat mengingat orang. Aku melihat ke luar jendela. Orang-orang yang menikmati kehidupan. Aku merasa Tuhan itu tidak adil. Tuhan memberikanku cobaan yang sangat besar dalam kehidupan ku. Aku menyadari dengan sekali jentikan jari aku dapat kehilangan semuanya. Aku sudah tidak ingin bertemu temanku. Bukan tidak ingin tapi, aku takut hal buruk terjadi. Aku takut tidak dapt mengenal mereka lagi.
“vii, kamu udah bisa bangun. Merekaudah pergi.” Kata mama membelai rambutku
“mama tahu kamu gamau ketemu mereka. Tapi mereka meindukanmu via.” Kata mama tersenyum. Aku dapat melihat penampilan mama yang berantakan. “tadi temen-temen kamu dateng bawain itu semua.”
Aku melihat mama keluar. Aku membuka gulungan karton semua adalah kengan aku bersama mereka. Aku kangen waktu jalan bersama Jessica sama noni. kangen ngegosip bareng Erika. Kangen main sama deas arga. Aku merindukan semua itu. Aku mengambil pemutar music yang mereka berikan . aku mendengarkannya.
“haloo , viaa . cepet sembuh yaa. Kita kangen ngumpul sama-sama”
“viaa !! jangan nyerahh yaa!! Kita tahu ada keajaiban yang besar buat kamu.”
“we love you viaaa!!”
Kembali butiran bening itu menetes dari pipiku. Aku ga boleh nyerah. Aku salah udah nyalahin Tuhan akan semuanya. Aku tahu ini cobaan yang besar ini sebuah tantangan yang Tuhan berikan buat aku. Aku percaya Tuhan punya rencana dan aku peracaya akan sebuah keajaiban.
“ma, mama ga pulang?” Tanyaku cemas. Mama menggeleng pelan. “mama ga boleh cuman nguatirin aku aja maa. Kalo mama sakit nanti papa kuatir juga.” Mama mengelus rambutku pelan “iya sayang. Sekarang kamu tidur ya” mama mengecup keningku pelan. Entah mengapa aku mempunyai firasat buruk kalau aku menutup mataku malam ini.
            Sudah hampir seminggu Olivia berada dalam masa koma. Kondisinya memburuk dari hari ke hari. Ke dua orang tuanya , keluarganya dan teman-temannya. Bersatu dalam Tuhan. Mereka percaya mujizat pasti ada.
“Olivia. Olivia. Bangunlah anakku.” Aku mendengar suara itu. Aku membuka kedua mataku
“Bapa? Apakah aku sudah meninggal?” Seseorang yang dipanggil Bapa oleh Oliv tersenyum dan menggeleng.
“Tidak. Aku ingin menunjukan sesuatu padamu anakku.” Aku dibawa ke suatu tempat. Dari tempat itu aku dapat melihat semuanya. Papa memeluk mama dengan erat. Mama yang menangis seperti akan kehilangan diriku. Aku melihat raut wajah kelelahan dari mereka semuanya. Aku melihat teman-temanku mengelilingi tubuhku. Mereka juga menangis. Aku tak kuasa melihat semuanya.
“Bapa, aku ingin kembali ke sana.”
            Aku menggerakan jariku pelan. Dan membuka kedua mataku.
“jeping?” kataku serak. Aku memanggil Jessica. Dia menatapku. Dan memanggil kedua orang tuaku dan dokter alex. Semua baik-baik saja.
“ma.. ma” kataku susah payah. “kenapa via?” “ma, boleh aku pergi bersama temanku hanya satu jam?”kataku menggunakan bahasa isyarat. Aku melihat raut wajah mama berubah cemas. Mama menatap papa . aku memohon. Mereka akhirnya mengijinkan.
            Aku menatap diriku di cermin. Aku tampak sangat kurus dari biasanya. Pucat . seperti mayat. Satu jam yang dilalui bersama teman-teman ingin aku jadikan sebuah kenangan. Aku tak tahu masih dapat bersama menghabiskan waktu bersama mereka atau tidak. Tapi aku percaya bahwa aku menyayangi mereka dan mereka pun sama. Setelah aku pergi bersama mereka. Aku pergi untuk berdoa.
“Ya Bapa, bila waktu ku sudah sebentar lagi. Bila tugas ku sudah selesai di dunia ini, aku rela Engkau mengambil diriku sekarang Tuhan. Aku tahu bahwa Engkau memberikanku sebuah tantangan yang luar biasa, aku berterima kasih karna Engkau memberiku sebuah penyakit ini. Aku jadi mengetahui seberapa besar mama dan papa menyayangi aku. Terima kasih untuk semuanya Bapa. Amin” aku menghapus air mataku aku melihat kedua orangtuaku di kamar. Aku memeluk papa membisikan sesuatu dan menciumnya. Aku memeluk mama membisikan sesuatu dan menciumnya juga. ‘aku bersyukur memiliki mama dan papa seperti kalian’ aku berjalan kearah tempat tidur. Aku merasakan sakit yang amat sangat di kepalaku. Dan aku terjatuh.aku masih dapat mendengar mama dan papa berteriak dan menangis.aku dapat merasakan basah yang membasahi pipiku. Tapi semua itu menjadi gelap untuk selamaya.

~THE END~

“hidup adalah sebuah tantangan. Hidup adalah sesuatu yang perlu diperjuangkan semua orang. Janganlahkamu menyia-nyiakan hidupmu. Asal kalian tahu banyak orang-orang di ICU yang mempertahankan hidupnya. Hidup hanyalah sekali dan buatlah itu menjadi indah dan berwarna. Jangan menyerah pada apapun juga sebelum kamu mencoba apa yang bisa kalian bisa. You will never understand until it happens to you. “- Olivia


By: Octavia Caludia Kristiani Luchsinger 

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

OTAKU Magazine: Cerpen (destiny and the meaning of life)

- Copyright © OTAKU Magazine - Powered by Blogger -