Posts

.

.
Posted by : Megumi Aishikawa Wednesday, April 30, 2014

Rumah Adat Toraja (Tongkonan)
Rumah Adat Toraja atau yang biasa disebut dengan Tongkonan, kata tongkonan sendiri berasal dari kata tongkon yang bermakna menduduki atau tempat duduk. Dikatakan sebagai tempat duduk karena dahulu menjadi tempat berkupulnya bangsawan toraja yang duduk dalam tongkonan untuk berdiskusi. Rumah adat ini selain berfungsi sebagai tempat tinggal juga memiliki fungsi sosial budaya yang bertingkat-tingkat di masyarakat. Masyarakat Suku Toraja menganggap rumah tongkonan itu sebagai ibu, sedangkan alang sura (lumbung padi) dianggap sebagai bapak.
Rata-rata rumah orang Toraja menghadap ke arah utara, menghadap ke arah Puang Matua sebutan bagi orang Toraja kepada Tuhan YME dan untuk menghormati leluhur mereka dan dipercaya akan mendapatkan keberkahan di dunia.
Di daerah Tana Toraja pada umumnya merupakan tanah pegunungan batu alam dan kapur dengan ladang dan hutan yang masih luas, dilembahnya itu terdapat hamparan persawahan.

Rumah Tongkonan adalah rumah panggung yang dibangun atau didirikan dari kombinasi lembaran papan  dan batang kayu. Kalau dilihat, denahnya berbentuk persegi panjang mengikuti bentuk praktis dari material kayu. Material kayu dari kayu uru, yaitu sejenis kayu lokal yang berasal dari Sulawesi. Kayu uru banyak ditemui dihutan-hutan didaerah Toraja dan kualitas dari kayu uru cukup baik, kayu-kayu ini tidak perlu dipernis atau di pelistur, kayu dibiarkan asli .
Rumah Toraja atau Tongkonan ini dibagi menjadi 3 bagian:
1.       Kolong (Sulluk Banua)
2.       Ruangan rumah (Kale Banua)
3.       Atap (Ratiang Banua)
Pada bagian atap rumah Tongkonan, bentuknya melengkung seperti tanduk kerbau. Terdapat jendela kecil disisi timur dan barat pada bangunan, bertujuan sebagai tempat masuknya sinar matahari dan aliran angin.
Dalam pembangunan rumah adat Tongkonan ada hal-hal yang harus diperhatikan dan tidak boleh untuk di langgar, yaitu: 
  1. Rumah diharuskan menghadap ke utara, letak pintu di bagian depan rumah, dengan keyakinan langit dan bumi itu merupakan satu kesatuan, dan bumi dibagi kedalam 4 penjuru mata angin, yaitu: a. Utara disebut Ulunna langi, yang paling mulia di mana Puang Matua berada (keyakinan masyarakat Toraja). b).Timur disebut Matallo, tempat matahari terbit, tempat asalnya kebahagiaan atau kehidupan. c). Barat disebut Matampu, tempat metahari terbenam, lawan dari kebahagiaan atau kehidupan, yaitu kesusahan atau kematian. d). Selatan disebut Pollo’na langi, sebagai lawan bagian yang mulia, tempat melepas segala sesuatu yang tidak baik atau angkara murka.
  2. Pembangunan rumah tradisional  Tongkonan biasanya dilakukan secara gotong royong. Rumah Adat Tongkonan dibedakan menjadi 4 macam: a). Tongkonan Layuk, rumah adat tempat membuat peraturan dan penyebaran aturan-aturan. b). Tongkonan Pakamberan atau Pakaindoran, rumah adat tempat dilaksanakannya aturan-aturan. Biasanya dalam satu daerah terdapat beberapa tongkonan, yang semuanya bertanggung jawab pada Tongkonan Layuk. c). Tongkonan Batu A’riri, rumah adat yang tidak mempunyai peranan dan fungsi adat, hanya sebagai tempat pusat pertalian keluarga. d). Barung-barung, merupakan rumah pribadi. Setelah beberapa turunan (diwariskan), kemudian disebut Tongkonan Batu A’riri.

Kenapa harus tanduk Kerbau? bagi orang Toraja, kerbau selain sebagai hewan ternak juga menjadi lambang kemakmuran dan status. Oleh sebab itu kenapa tanduk atau tengkorak kepala kerbau di pajang dan disimpan di bagian rumah, karena sebagai tanda bawasannya keberhasilan  si pemilik rumah mengadakan sebuah upacara atau pesta.



Perkembangan Rumah Adat Toraja atau Tongkonan
Rumah Adat Suku Toraja mengalami perkembangan terus menerus sampai kepada rumah yang dikenal sekarang ini. Perkembangan itu meliputi penggunaan ruangan, pemakaian bahan, bentuk, sampai cara membangun. Sampai pada keadaannya yang sekarang rumah adat suku Toraja berhenti dalam proses perkembangan. Walaupun mengalami perkembangan terus menerus, tetapi rumah adat Toraja atau Tongkonan tetap mempunyai ciri yang khas. Ciri ini terjadi karena pengaruh dari lingkungan hidup dan adat istiadat suku Toraja sendiri. Seperti halnya rumah adat suku-suku lain di Indonesia yang umumnya dibedakan kare­na bentuk atapnya, rumah adat Toraja inipun mempunyai bentuk atap yang khas. Memang mirip dengan rumah adat suku Batak, tetapi meskipun begitu rumah adat suku Toraja tetap memiliki ciri-ciri tersendiri.


Pada mulanya rumah yang didirikan masih berupa semacam pondok yang diberi nama Lantang Tolumio. Ini masih berupa atap yang disangga dangan dua tiang + dinding tebing.

Bentuk kedua dinamakan Pandoko Dena. Bentuk ini biasa disebut pondok pipit karena letak-nya yang diatas pohon. Pada prinsipnya rumah ini dibuat atas 4 pohon yang berdekatan dan berfungsi sebagai tiang. Hal pemindahan tempat ini mungkin disebabkan adanya gangguan binatang buas.


Perkembangan ketiga ialah ditandai dengan mulainya pemakaian tiang buatan. Bentuk ini memakai 2 tiang yang berupa pohon hidup dan 1 tiang buatan. Mungkin ini disebabkan oleh sukarnya mencari 4 buah pohon yang berdekatan. Bentuk ini disebut Re’neba Longtongapa.


 Berikutnya adalah rumah panggung yang seluruhnya mempergunakan tiang buatan. Dibawahnya sering digunakan untuk menyimpan padi (paliku), ini bentuk pertama terjadinya lumbung.



Perkembangan ke-5 masih berupa rumah pangqung sederhana tetapi dengan tiang yang lain. Untuk keamanan hewan yang dikandangkan dikolong rumah itu. Tiang-tiang dibuat sedemikian rupa, sehingga cukup aman. Biasanya tiang itu tidak dipasang dalam posisi vertikal tetapi merupakan susunan batang yang disusun secara horisontal .


Lama sesudah itu terjadi perubahan yang banyak. Perubahan itu sudah meliputi atap, fungsi ruang dan bahan. Dalam periode ini tiang-tiang kembali dipasang vertikal tetapi dengan jumlah yang tertentu. Atap mulai memakai bambu dan bentuknya mulai berexpansi ke depan (menjorok). Tetapi garis teratas dari atap masih datar. Dinding yang dibuat dari papan mulai diukir begitu juga tiang penyangga. Bentuk ini dikenal dengan nama Banua Mellao Langi


Berikutnya adalah rumah adat yang dinamakan Banua Bilolong Tedon. Perkembangan ini terdapat pada Lantai yang mengalami perobahan sesuai fungsinya.


Pada periode ini hanya terjadi perkembangan pada lantai dan tangga yang berada di bagian depan. Pada periode ini letak tangga pindah ke bawah serta perubahan permainan lantai

Banua Diposi merupakan nama yang dikenal untuk perkembangan kesembilan ini. Perubahan ini lebih untuk menyempurnakan fungsi lantai (ruang).
Berikutnya adalah perobahan lantai yang menjadi datar dan ruang hanya dibagi dua. Setelah periode ini perkembangan selanjutnya tidak lagi berdasarkan adat, tetapi lebih banyak karena persoalan kebutuhan akan ruang dan konstruksi. Begitu juga dalam penggunaan materi mulai dipakainya bahan produk mutakhir, seperti seng, sirap, paku, dan sebagainya. Jadi dapat disimpulkan bahwa perkembangan yang terakhir merupakan puncak perkembangan dari rumah adat Toraja.



Design Kamar Tidur






15 TIPS MENDESAIN KAMAR TIDUR

Ada 15 poin yang harus diperhatikan sebelum merancang kamar tidur. jika menerapkan ke-15 hal berikut ini, akan mendapatkan kamar tidur yang sesuai dengan kebutuhan, selera dan bujet.

Untuk merancang kamar tidur ada baiknya memperhatikan 15 hal berikut.

1. Gaya/langgam desain. 
Hal yang akan menjadi dasar dalam mengembangkan ide dalam mendekor, antara lain dari gayanya. Apakah itu gaya neoklasik, modern minimalis, pop-retro atau eklektik. Tentukan gaya yang ingin dipilih dari awal.

2. Warna tema.
Warna favorit biasanya menjadi pilihan, terutama pada kamar lajang atau remaja. Warna yang dipilih tidak harus satu. Untuk memperkaya tekstur, warna-warna monokromatis atau warna aksen yang kontras dapat menjadi alternatif.

3. Pencahayaan. 
Baik pencahayaan alami (sinar matahari), buatan maupun special lighting dapat diperhitungkan sejak awal. Efek pencahayaan ini yang akan memberi jiwa pada interior.

4. Lantai. 
Setelah menentukan konsep dan suasana, perencanaan beranjak pada material finishing. Mulailah dari menentukan jenis lantai. Untuk suasana hangat, kamar tidur biasanya memakai lantai kayu (parquet). Namun keramik atau granit tile pun memberikan ragam pilihan yang luas untuk corak dan warna.

5. Dinding. 
Untuk kesan mewah dapat menggunakan wallpaper dengan pilihan warna, motif dan tekstur yang kaya. Warna tema yang sudah Anda tentukan akan mempengaruhi hal ini.

6. Finishing furnitur. 
Pilihan jenis finishing ini juga terkait dengan tema dan suasana yang Anda inginkan. Bila Anda suka tampilan serat kayu, teknik semprot melamik atau lapisan HPL motif kayu bisa dipilih. Untuk kesan lebih modern dan pop, cat duko untuk perabot kayu dapat menjawabnya.

7. Jenis aktivitas
Terjemahkan irama hidup sehari-hari Anda menjadi bentuk aktivitas yang akan Anda lakukan di kamar ini. Tentu saja, sesuai dengan dimensi ruang yang ada. Setelah itu, Anda bisa mulai mencatat kebutuhan furniturnya.

8. Ukuran furnitur. 
Saat menentukan furnitur kamar, jangan terburu-buru memilih sesuatu hanya karena Anda suka. Perhatikan ukurannya. Ukur benar-benar ruangan Anda dan sesuaikan dengan proporsi perabot yang Anda butuhkan.

9. Sirkulasi. 
Jangan lupa perhitungkan ruang gerak dan ruang beraktivitas dengan adanya perabot-perabot di dalam kamar.

10. Posisi stop kontak dan saklar. 
Usahakan agar benda-benda bertenaga listrik berada pada sisi yang sama dengan stop kontak. Bila tidak memungkinkan, rancanglah sistem pengkabelan yang rapi dan aman dari jangkauan.

11. Benda dekoratif. 
Sediakan tempat di dinding atau di pojok ruangan untuk memajang hiasan berharga. Lengkapi dengan spot light untuk mengangkat kehadirannya.

12. Wallpaper can
Hiasan dekoratif tidak harus berupa sepotong karya seni atau sebuah gambar dalam bingkai. Satu bidang dinding dengan wallpaper cantik yang eye-catching pun dapat menjadi elemen dekorasi di kamar Anda.

13. Bukaan. 
Kamar yang sehat adalah kamar yang memiliki bukaan cukup untuk memungkinkan terjadinya sirkulasi udara dan pasokan sinar matahari. Hal ini seharusnya direncanakan sejak awal pembangunan rumah.

14. Material nontoxic. 
Gunakan material yang aman dan noz ntoxic. Seperti misalnya, penggunaan cat dinding yang water based. Selain lebih aman, juga lebih ramah lingkungan daripada produk solvent based.

15. Selesaikan di Workshop. 
Material pelapis perabot, bila ia menggunakan teknik semprot, pastikan proses ini diselesaikan di workshop dan sudah benar-benar kering saat dipasang di rumah Anda.

cr:



by: Erika Dianska & Septhian Tofler

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

OTAKU Magazine: Arsitektur

- Copyright © OTAKU Magazine - Powered by Blogger -